10.1 Suami-Istri

Metafor hubungan pernikahan adalah favorit saya dan sangat sering saya sampaikan kepada kolega ketika menyeleksi dosen baru. Bagi saya, memilih dosen baru, tidak terlalu berlebihan kalau diumpamakan seperti memilih “istri” atau “suami” kedua. Karena dosen ini akan menjadi kolega kita di kampus sampai salah satu pensiun atau “mengeluarkan diri”.

Mengapa demikian? Jika Anda dosen yang taat dengan jam kerja, Anda bisa menghitung berapa lama waktu yang Anda habiskan untuk berinteraksi sesama dosen. Jika satu hari, selama delapan jam, maka dalam seminggu, Anda akan menghabiskan waktu 40 jam berinteraksi dengan kolega Anda. Bisa jadi lama waktu ini tidak bisa jauh dengan yang Anda habiskan dengan anak dan istri/suami Anda di rumah. Jika Anda termasuk sibuk dan masih mengerjakan pekerjaan lain pada haru libur, saya jamin, waktu untuk keluarga jauh lebih rendah dibandingkan yang Anda habiskan di kampus/kantor.

Bisa dibayangkan kalau seseorang salah memilih istri atau suami dan harus menghabiskan sisa hidupnya dengan pilihan yang salah. Karenanya, hubungan yang harmonis antar sesama dosen tak ubahnya seperti hubungan antara suami dan istri yang mersa dan selalu diliputi rasa sayang. Jika demikian, suasana kampus seperti sebuah keluarga yang sakinah, menentramkan, dan ngangeni.

Apakah tidak ada konflik? Nampaknya semua orang pernah berumah tangga akan dengan mudah menjelaskan. Konflik dalam keluarga adalah hal wajar, selama konflik tersebut masih manageable. Tidak jarang, konflik memberikan pelajaran berharga untuk lebih menghargai dan menjalani masa depan dengan lebih baik. Begitu juga halnya suasana di kampus.

Metafor ini sangat cocok digunakan untuk konteks hubungan antardosen dengan jarak umur yang tidak terlalu jauh.

Leave a comment